Liputan5news.com - Sidoarjo. Menindak lanjuti penyelesaian dugaan kasus perundungan di SDN Sidokare 3, beberapa awak media mendatangi Kepala Dinas pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo. Selasa (18/2/2025).
Menurut pantauan beberapa awak media penyelesaian dugaan kasus perundungan di SDN Sidokare 3 ini adalah kurangnya sikap tegas dari dinas pendidikan dan kurang transparansi dinas pendidikan dalam menyelesaikan dugaan kasus perundungan ini. Selain itu juga sikap dan ucap dari pihak sekolah SDN Sidokare 3 dinilai negatif.
Hal tersebut disampaikan oleh salah satu awak Media kepada kepala dinas pendidikan dan kebudayaan di ruangannya.
Lebih lanjut awak media menyampaikan dari awal ibu korban berinisial (DK) sudah berkali - kali datang ke sekolah dengan itikad baik, mulai dari kejadian bulan Oktober namun penyelesaiannya terkesan lamban dan dari pihak sekolah terkesan seolah - olah tidak ada masalah.
"Sikap kurang transparannya pihak sekolah ini berawal dari saat awak media mengklarifikasi permasalahan ke pihak sekolah nanum bahasanya tidak tertuju pada pokok permasalahan, namun justru ibu korban menjadi kambing hitam hingga masuk ke ranah privasi ibu korban, yang dibilang bahwa ibu korban mengalami gangguan mental karena ditinggal suaminya," ucapnya.
Masih kata awak media, pihak kepala sekolah dan bendahara sekolahpun kita tidak boleh menaikan pemberitaan terkait konfirmasi kita. Bahkan ibu korban pun tidak boleh bicara dengan awak media.
Menurut Dr. Ng. Tirto Adi MP, MPd. selaku kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo menyampaikan dinas pendidikan sebagai wakil pemerintah sebagai penyelenggara dan jurnalis sebagai lembaga kontrol. Yang saya harapkan ketika ada permasalahan harus di urai untuk menuju ke solusi. Jadi ketika ada persoalan jangan diperuncing. Selasa (18/2/2025)
"Untuk membangun Sidoarjo tidak cukup hanya pemerintah namun melibatkan berbagai pihak termasuk media. Saya berharap ayolah kita bangun kemitraan, kami terbuka apa sih yang kurang di kami, kami akan perbaiki," ungkapnya.
Masih kata Tirto saya ingin ketika persoalan ini sudah klir jangan di bongkar dan jangan di tulis lagi. Saya berharap kami dari pemerintah dan penjenengan dari media ayo lah kita selesaikan masalah ini.
Sementara itu, Dr. Netty Lastiningsih, M.Pd selaku Kepala Bidang Mutu Pendidikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo menyampaikan kami dari dinas pendidikan khususnya di bidang mutu pendidikan terkait pengaduan masyarakat apapun, kami punya SOP penanganan maksimal tiga hari. Namun kami berusaha semaksimal mungkin bisa selesai dalam waktu tiga hari. Tetapi kadang ada masalah yang selesai dalam waktu sehari namun masih butuh proses kelanjutan, seperti halnya kasus di SDN Sidokare 3 ini.
"Kemarin ending dari persoalan di SDN Sidokare 3 ini sudah selesai, pihak sekolah sudah berusaha mencari saksi - saksi dan orang tua sudah menyampaikan hasil dari pihak psikologi. Kami sangat mengapresiasi dengan tindakan orang orang tua. Kami pun juga menyampaikan kepada sekolah ketika ada permasalahan seperti ini," ucapnya.
Masih kata Netty untuk masalah pencegahan bullying kami tidak kurang - kurang melakukan berbagai upaya mulai kegiatan sosialisasi, monitoring. Mengingat jumlah murid kami sebanyak 270 rb sehingga untuk mengenolkan adanya bullying verbal ini tak semudah membalikkan telapak tangan, kalau pun tejadi satu atau dua di sekolah kami berusaha segera menyelesaikan masalah ini.
"Kami sudah sampaikan ke orang tua, ibuk ini maunya bagaimana saya siap mengawal," tambah Netty.
Terkait penyelesaian masalah bullying di SDN Sidokare 3 ini Netty menyampaikan anak ini sudah dua bulan tidak bersekolah. Pihak sekolah kwatir kalau anak ini ketinggalan pelajaran, akhir pihak sekolah mengirimkan materi secara rutin lewat orang tuanya agar anak ini tidak ketinggalan pelajaran. Pihak orang tuanya pun juga mengusahakan mencarikan pelajaran tambahan di rumah di guru TK.
"Kemudian orang tua mulai berpikir untuk mutasi dan akhirnya berpindahlah murid ini ke SD LELy. Si orang tua ini menyampaikan ke pihak sekolah dan ke kami bahwa dari pada anak saya ketinggalan pelajaran di kelas enam lebih baik anak saya, saya pindah ke SD LELY tapi di kelas lima. Akhirnya saya sampaikan ke orang tua bahwa proses kita tidak seperti itu. Kalau ingin tidak ketinggalan pelajaran prosesnya bukan seperti itu pindah di kelas lima. Saya sampaikan, ibuk keinginannya apa untuk kenyamanan putri ibuk saya siap mengawal sampai kasus ini selesai dan saya harap anak ibuk harus sekolah di kelas enam," jelas Netty.
Lanjut Netty dari orang tua memang tidak ingin sekolah lagi di SDN Sidokare 3, beliau tetap ingin pindah ke SD LELY. Saya sampaikan ke orang tua kalau memang kemauannya seperti itu saya siap saya bantu dan saya kawal sampai selesai.
"Anak ini sekarang memang sudah proses mutasi pindah ke SD LELY, secara resmi belum selesai terkait surat - Suratnya. Insya Allah satu hari ke depan sudah selesai. Memang tidak ada siswa pindah ke sekolah lain terus ijazah keluar dari sekolah asal," tambah Netty.
Masih kata Netty kemarin dari pihak orang tua sudah menyampaikan bahwa bahwa anaknya sudah nyaman di SD LELY, temannya sudah banyak dan sudah mengikuti proses belajar seperti biasa.
Hal senada disampaikan oleh Kasi Mutu Pendidikan dinas pendidikan Sidoarjo, Lisa Kartikawati menyampaikan kami selalu merespon pengaduan dengan cepat. Pada waktu itu orang tua murid datang ke saya mengadu ke saya bahwa anaknya di bully, setelah saya tanya di bully apanya ibu. Ibu ini tidak bisa menjelaskan. Akhirnya saya konfirmasi ke pihak kepala sekolah, namun dari pihak kepala sekolah menyampaikan tidak ada kejadian seperti itu.
"Kami sudah menyikapi pengaduan orang tua murid, kepada wali kelas dan para guru kami berikan pembinaan agar kejadian ini cukup terjadi sekali ini saja dan jangan terulang lagi," ungkapnya.
Lanjut Lisa, orang tua ini saya panggil lagi. Saya tanya ibuk ini saya sudah konfirmasi ke pihak sekolah dan pembinaan kepada wali murid dan guru, terus ibu maunya bagaimana karena anak ini harus sekolah.
Diakhir pertemuan Tirto menambahkan pada prinsipnya mutasi adalah perpindahan siswa dengan berbagai mekanisme. Diantaranya sekolah yang dituju ada formasi apa tidak. Ada tidaknya formasi itu dilihat dari pagu yang sudah ditetapkan yakni SD 28 anak dan SMP 30 anak. Jika ada formasi maka kepala sekolah yang dituju memberikan surat kesediaan menerima, surat kesediaan menerima ini dibawa ke sekolah asal dan sekolah asal memberikan surat keterangan siswa keluar. Tentu hal ini beda dengan siswa titipan belajar.(Yanti)