Liputan5news.com - Surabaya. BKKBN menggandeng Polda Jawa Timur bekerjasama untuk menuntaskan stunting dan pernikahan anak di Jawa Timur. Hal itu ditandai dengan adanya penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara BKKBN Jawa Timur dan Kepolisian Daerah Jawa Timur tahun 2024 di Selasar Gedung Patuh, Kantor Polda Jatim. Rabu (24/7/2024)
Pada kesempatan tersebut, Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi, Drs. Imam Sugianto, M.Si menandatangani naskah perjanjian kerjasama dengan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Dra. Maria Ernawati, MM terkait Dukungan Pelaksanaan Program Bangga Kencana serta Percepatan Penurunan Stunting di Jawa Timur.
Menyikapi perihal angka stunting di Indonesia yang angkanya relatif masih tinggi Irjen Pol Drs. Imam Sugianto, M.Si, bergegas menugaskan jajarannya bersama BKKBN memasifkan berbagai bentuk kegiatan implementatif dalam menuntaskan soalan stunting.
“Berdasarkan data, salah satu penghambat dan kekurangan generasi muda kita yaitu masalah stunting yang masih ada ternyata sebesar 21,5 persen di tahun 2023, dan angka tersebut hanya turun 0,1 dari tahun 2022. Ini miris,” kata Irjen Pol Imam Sugianto.
“Jadi kepala daerah itu kalau disebutkan wilayahnya ada bayi-bayi kita masih stunting, malah dianggap aib. Padahal realitasnya kita dapatkan di lapangan anak-anak kita yang masih bayi-bayi yang masih terdampak. Nah ini sebenarnya tugasnya kita. Jadi terima kasih ibu Maria, mari kita tekankan lagi, dengan di tanda tangani kerjasama ini, Kapolres dengan jajarannya, Kepala BKKBN Jatim dengan jajarannya di kabupaten/ kota untuk segera memprogramkan kegiatan yang betul-betul implementatif, menyentuh pada kantong-kantong kasus stunting yang sudah dipetakan. Kurang lebih 6 bulan ke depan program itu bisa dimasifkan, kita laksanakan,” lanjutnya.
Sementara dalam menyongsong Indonesia Emas tahun 2045, Imam Sugianto menyebut mempersiapkan generasi unggul bukan hal mudah. Diperlukan dukungan otoritas yang berwenang karena investasi dalam menyiapkan SDM tidak bisa dirasakan serta merta.
“Memang menyiapkan generasi unggul itu tidak mudah. Kita mungkin banyak mengambil contoh di negara-negara maju, yang paling mendasar dalam menyiapkan generasi unggul, para pemimpin para otoritas yang diberi wewenang disaat itu harus berkorban. Karena investasi di SDM, memperbaiki akhlak, moral dan kualitas itu hasilnya tidak kita rasakan hari ini. Itu bisa kita rasakan setelah kita meninggal, kalau kita tidak ada, wujud karya kita akan akan menggantikan posisi kita nanti 20, 30 tahun yang akan datang, mereka menjadi pemimpin yang meneruskan cita-cita kita saat ini,” sambung Imam.
Imam Sugianto mencontohkan salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah dalam menyiapkan SDM yang berkualitas ialah dengan memberikan asupan makanan berprotein tinggi sejak usia dini.
“Di 2013 saya mendengar pembicaraan presiden saat itu Pak Susilo Bambang Yudhoyono dengan presiden Argentina disela-sela sebelum acara resmi, beliau tanya, bagaimana bisa mencetak atlet-atlet bola kelas dunia,” kata Imam.
“Ibu presiden waktu itu memberikan jawaban bahwa di negaranya memporsikan asupan makanan dari generasi pemula, bayi-bayi kita setelah tumbuh kembang atau balita asupan proteinnya dimaksimalkan dari asupan yang lain. Sekitar 60 persen atau 80 persen, terus disiapkan seperti itu asupan makannya. Sehingga yang tercipta sekarang seperti Lionel Messi kemudian tokoh-tokoh lainnya karena memang dari kecil sudah disiapkan makanan yang cukup gizi,” lanjutnya.
“Sebenarnya ini bisa kita adopt di negara kita, manakala kita cukup menyiapkan porsi masakan yang bergizi untuk anak-anak kita keluarga kita berbagi dengan masyarakat, ya ini sebenarnya tanggungjawab negara. Itu memang tidak populer, saat itu tidak ada rasakan hasilnya, tapi begitu dia tumbuh kembang menjadi dewasa, menjadi generasi unggul yang mampu bersaing, maka negara ini yang akan merasakan dampaknya,” sambung Imam.
Menurut Irjen Pol Imam Sugianto hal ini perlu dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan oleh semua pihak untuk mencetak generasi berkualitas. “Ini yang mungkin harus kita samakan pikiran kita. Kita coba mengoperasikan yang menurut saya ini mendasar dan memang butuh biaya. Jadi insya Allah kalau mungkin para otoritas terkait di negara kita ini merubah habit pola makan, porsi asupan makannya diperbaiki dan ditanamkan dalam mindset orang tua, keluarga, masyarakat, kemudian pejabat-pejabat terkait yang membuat kebijakan dan dilakukan secara konsisten, bertahap, berjenjang, Insya Allah akan menghasilkan generasi-generasi yang berkualitas,” pesannya.
Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Timur, Dra. Maria Ernawati, MM menyampaikan terima kasih atas kepercayaan untuk melaksanakan kerjasama dengan POLDA Jawa Timur dalam upaya meningkatkan kualitas SDM di masa depan. Khususnya dalam upaya penanganan stunting, pelayanan KB dan persoalan perkawinan anak.
“Amanah dari Undang Undang bahwa BKKBN ini selain untuk keseimbangan pertumbuhan penduduk maka BKKBN diamanahkan lagi untuk membentuk keluarga yang berkualitas. Tentu saja dalam membangun keluarga berkualitas ini kami akan menggandeng banyak pihak karena BKKBN memiliki keterbatasan baik dari sisi SDM maupun anggaran, dalam hal ini tentu saja klien atau customer kami adalah memberikan pelayanan pada keluarga dan masyarakat,” timpal Maria Ernawati.
Terkait mewujudkan keluarga yang berkualitas Maria melanjutkan masih ada isu stunting yang merupakan ancaman bagi SDM Indonesia di masa depan sehingga pencegahan stunting perlu melibatkan multisektoral baik Lembaga/kementrian, LSM bahkan masyarakat itu sendiri.
“Tentu saja saya berharap dengan MOU ini, di lini lapangan dari kepolisian punya BABINKAMTIBMAS kami punya Penyuluh KB bisa saling berkoordinasi di lapangan mengatasi solusi yang ada di masyarakat khususnya terkait stunting. Kemudian saya berharap bahwa dengan MOU ini bisa dibantu kegiatan pelayanan KB mungkin di rumah sakit rumah sakit Bhayangkara yang ada di Jawa Timur bisa dijadikan tempat pelayanan KB yang Insyaallah nanti alat dan obat kontrasepsinya dari kami,” kata Maria.
“Yang juga menjadi persoalan di Jawa Timur ini adalah masih tingginya perkawinan anak. Dalam perkawinan anak ini banyak faktor yang akan menjadi penyebab stunting, KDRT karena usia masih muda belum stabil dari sisi emosi dan sebagainya. Ini yang perlu nanti kita lihat di lapangan banyak dari hasil perkawinan anak hampir 80 persennya bercerai. Jadi di Jawa Timur ini ada absolutnya sekitar 3.000 Janda Usia Sekolah atau kami menyebutnya JUS, karena masih belum 19 tahun sudah menjadi janda. Kami harapkan kita bisa kerjasama untuk mencegah terjadinya JUS dan pernikahan anak” pungkasnya.(Yanti)
0 Komentar