Pasuruan,Liputan5news.com - Dugaan pemotongan insentif di internal Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan yang di proses oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan menaikkan proses hukum dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
Koprs Adhyaksa diketahui mulai memanggil kembali sejumlah pegawai BPKPD Kabupaten Pasuruan untuk dimintai keterangan lebih lanjut dalam perkara dugaan pemotongan insentif yang mereka tangani saat ini.
Informasi yang dihimpun awak media diketahui bahwasanya Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan telah melakukan pemeriksaan yang digelar secara marathon selama tiga hari dengan memanggil 120 orang lebih untuk dimintai keterangan seputar perkara tersebut.
Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan, Agung Tri Raditya saat dikonfirmasi awak media pada Hari Rabu (8/4/2024) membenarkan informasi naiknya status kasus dugaan pemotongan di internal kejaksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
“Jumat kemarin sprindiknya sudah ditandatangani. Setelah kami ekspos beberapa kali, akhirnya penyelidiki memutus bahwa penyelidik menemukan minimal dua alat bukti untuk menaikkan ke penyidikan,” papar Agung Tri.
“Setelah alat bukti sudah ditemukan, sekarang kami akan mencari siapa yang harus bertanggung jawab terkait pemotongan ini. Ini sedang kami dalami lebih lanjut lagi.”
“Di tahap penyelidikan, dimintai keterangan terkait dugaan pemotongan, sedangkan di tahap penyidikan, terkait siapa yang memotong,” lanjut Agung Tri.
Sementara itu, menanggapi hal tersebut Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUS@KA) Lujeng Sudarto meminta agar Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan segera menetapkan terduga tersangka dalam perkara tersebut.
“Kejaksaan memang harus segera menetapkan siapa yang menjadi terduga tersangka dalam kasus ini untuk memberikan kepastian hukum.”
“Penyidik harus memberlakukan asas Presumption of Guilt (asas praduga bersalah) karena asas praduga tak bersalah hanya digunakan bagi majelis hakim sebelum diputus bersalah,” ujar Lujeng
Penyidik jangan setengah hati untuk menetapkan tersangka dan harus di kejar sampai pada aktor intelektual siapa yang memberi perintah dugaan pemotongan insentif tersebut.
Lebih lanjut, Lujeng juga menyampaikan bahwa jika sudah ditemukan dua alat bukti, penyidik sudah mengantongi siapa calon tersangkanya.
“Penyidik jangan melihat ini terjadi di triwulan terakhir tapi harus ditarik ke belakang. Penyidik harus memiliki logic frame, aliran duit potongan itu ke siapa dan mastermindnya siapa,” pungkas Direktur PUS@KA Lujeng Sudarto. (Ze**)
0 Komentar