Update Terbaru

6/recent/ticker-posts

Ratusan Pekerja Kebersihan Menggelar Unjuk Rasa di Depan Pendopo Kabupaten Sidoarjo


Liputan5news.com - Sidoarjo. Untuk memperjuangkan kesejahteraan pengelolaan sampah, Gerakan Pekerja Kebersihan Seluruh Indonesia (GAPEKSI) menggelar unjuk rasa di depan Pendopo Kabupaten Sidoarjo Jl. Cokronegoro no 1 Sidoarjo. Rabu (20/12/2023).


Dengan membawa spanduk dan pamflet berisi tuntutan peserta unjuk rasa menyuarakan aspirasinya di depan Pendopo Kabupaten Sidoarjo. Salah satu isi dari tulisan tersebut yakni "Maturnuwun awale mundak 1000% di revisi dadi 400 % Masyarakate yoo kaget Nohhh.....!!!!


Dibawah koordinator lapangan Dimas, Maygi Angga dan Wahyu Chicario Batistuta para pendemo menyampaikan tuntutannya diantaranya : 

1. Pemerintah melakukan revisi terkait pengenaan tarif pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelayanan Teknis Daerah (BLUD UPTD) Griyo Mulyo sebagaimana terlampir dalam Peraturan Bupati No 51 tahun 2023 tentang tarif layanan pada Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Tempat Pemprosesan Akhir Griyo Mulyo Kab. Sidoarjo. 

2. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melakukan penghapusan terkait pengenaan tarif pelayanan angkutan sampah yang ditetapkan berdasarkan ritase angkutan.

3. Pemerintah menghapus penerapan system TOP UP BLUD terhadap para pengelola TPST di wilayah Kab. Sidoarjo. 

4. Pemerintah Kab. Sidoarjo melakukan koordinasi dan pembahasan ulang dengan pengelola TPST di wilayah Kab. Sidoarjo, untuk menentukan solusi terbaik dan mendengarkan aspirasi dari para pengelola TPST, sehingga dapat dibuat peraturan yang disepakati bersama dalam rangka pengelolaan sampah di Kab. Sidoarjo. 


Ratusan petugas kebersihan itu memulai aksi pukul 09.30 WIB hingga pukul 11.15 WIB. Mereka mendesak untuk bertemu Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor).


Sementara itu, Hajid Arief Hidayat, Kepala TPA Griyo Mulyo Jabon, mengatakan, aksi mereka menolak adanya tarif privasi angkutan.


“Sebenarnya tarif yang mereka protes itu merupakan tarif yang sudah diturunkan dari tarif yang semula. Kalau dulu di Perbub 117 yang demo tahun awal itu, tarifnya Rp300 ribu, sekian ribu per ton kalau di rata-rata,” jelas Hajid Arief.


Lebih lanjut Hajid menyampaikan tarif dari angkutan dalam proses akhir itu 100 an ribu per ton. Kelayakan biaya penyelenggara angkutan dan pemrosesan akhir per ton itu dihitungkan oleh konsultan sebesar 300 ribu sekian.


“Masyarakat itu hanya menanggung sepertiga dari tarif yang seharusnya. Pemda sudah memberikan subsidi sebesar dua-pertiga atau 200.000 dalam satu ton sampah yang diangkut ke TPA,” ungkapnya.


Masih kata Hajid, mereka masih keberatan. Mereka meminta tarif angkutan digratiskan. Padahal, secara regulasi itu tidak bisa, karena di Permendagri 7 2021 tentang tarif persampahan, kemudian di Permendagri 79 tahun 2018 tentang BLUD, tarif itu seluruh atau sebagian, jadi tidak bisa digratiskan.


“Itu sudah merupakan ketentuan peraturan perundang-undangan seperti itu. Karena ini tergolong jasa retribusi umum, warga yang menerima layanan itu diharuskan untuk membayar atas layanan yang diberikan,” tambahnya.


Hajid Arief menjelaskan, dari 197 penerima layanan di TPA, yang itu bentuknya TPS-TPS3R (tempat pembuangan akhir reduce reuse recycle), pengurangan sampah rumah tangga di Indonesia diupayakan melalui pendekatan batasi sampah (Reduce), guna ulang sampah (Reuse), dan daur ulang sampah (Recycle), yang selanjutnya dikenal 3R. Ini sudah 180 yang melakukan pembayaran. Hal ini sesuai data kami yang tidak melakukan pembayaran sama sekali belum bisa mengerti ketentuan ini, itu 17 TPS3R.


“Nanti saya serahkan datanya itu tersisa 17 yang belum bisa mengikuti penarikan yang terbaru. Artinya, sebagian besar sudah mengikuti pentarifan, dan kalau sampah itu naik, saya rasa tidak 100 persen betul. Karena skema pentarifan adalah bayarlah sesuai yang dibuat. Artinya ketika sebuah TPS3R itu mampu mengelola sampah dengan baik atau bisa mengenalkan sampah dia, artinya bisa membayar dengan sedikit atau tidak sama sekali,” ujar Hajid.


Hajid Arief juga mengatakan, ada desa yang tidak membuang sama sekali, tidak membayar sama sekali, seperti desa di kali tengah baru bisa mengentaskan sampah, Trosobo, beberapa desa lain tidak bergantung membuang di TPS. “Jadi solusinya memang kita harus berdiskusi lagi, kemudian ketika ada pelanggaran hukum harus ada penegakan hukum disana,” tegasnya.


Ratusan petugas kebersihan ini membawa banyak sampah dengan gerobak. Saat mereka tidak berhasil menemui bupati, sampah itu dibuang dan ditinggalkan begitu saja di depan pendopo.(Yanti)

Posting Komentar

0 Komentar