Liputan5news.com Pasuruan - Sebagai tindaklanjut dan tanggung jawab moral atas keluhan warga yang ada di bantaran aliran sungai Welang.Gabungan Non Goverment Organization (NGO) dibuat geram dengan pencemaran Sungai Welang. Mereka pun memilih untuk mengadukan persoalan ini dengan mendatangi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur, Senin (16/10/2023).
Hal ini terkait dugaan pembuangan limbah industri oleh sebuah perusahaan PT SM, di Wonorejo, yang membuat warga berkeluh kesah karena akibat sungainya tercemar.
Rois Wijaya, Ketua PMDM (Pembela Menuju Desa Mandiri) mengatakan, hari ini, bersama – sama NGO mengadukan dugaan pembuangan limbah di media lingkungan terbuka. Warga banyak yang mengeluhkan air sungai berubah warna dan berbau busuk. Bahkan, menimbulkan rasa gatal – gatal ke warga yang mandi di sungai akibat tercemar limbah pabrik.
Bahkan, Ujay sapaannya, mengaku menemukan pipa yang diduga kuat menjadi pipa pembuangan limbah yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. Pipa itu tidak ditanam di dalam. Namun, melewati sawah milik petani dan saluran irigasi. Dan itu kelihatan jelas sekali. Kondisi itu juga dikeluhkan petani.
Hanan, Ketua AMCD menambahkan, DLH Provinsi Jawa Timur harus tegas dan menindaklanjuti dugaan pembuangan limbah yang mencemari lingkungan.
“Yang dirugikan ini masyarakat, maka kami minta DLH hadir untuk rakyatnya sebagai representasi kehadiran negara dalam memberikan sikap yang jelas dalam menindak perusahaan yang terbukti membuang limbah sembarangan,” urainya.
Lujeng Sudarto, Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA) mengatakan, DLH harus mengedepankan asas Equality Before The Law.
Artinya, semua manusia sama dan setara di mata hukum. Termasuk perusahaan PT SM ini. Tidak ada perbedaan, jika memang ditemukan pelanggaran.
“Saya tidak peduli di belakang PT SM ada dukungan atau support dari orang kuat. DLH saya minta harus tegak lurus untuk menyikapi pengaduan masyarakat ini,” ungkapnya.
Artinya, DLH jangan melihat siapa yang dibelakang PT SM ini. Tapi, melihat pelanggaran yang dilakukan dan membawa dampak negatif bagi masyarakat sekitar.
“Di Kabupaten Pasuruan, ada 1.400 perusahaan. Selama ini, banyak kasus dugaan pembuangan limbah, tapi tidak ada satupun yang naik ke proses penegakan hukum,” tuturnya.
Lujeng, menyebut, ini menjadi bukti bahwa matinya penegakan hukum bagi perusahaan yang terindikasikan membuat pelanggaran lingkungan.
"Jangan harap rakyat percaya terhadap institusi publik jika faktanya tidak ada satupun pro justicia atau penegakan hukum dalam kasus pencemaran lingkungan,” sambungnya.
Peristiwa ini menurut Lujeng menjadi momentum DLH Provinsi Jatim untuk mengembalikan kepercayaan publik tentang penindakan kasus pembuangan limbah. Apalagi DLH memiliki instrumen kewenangan yang diatur dalam UU 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan (PPLH) pasal 94.
Dalam poin itu sudah jelas disebutkan, selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai penyidik.
Dwi, perwakilan bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan di DLH Jatim menyatakan akan mempelajari laporan dan pengaduan yang disampaikan.
“Akan kami pelajari lebih dulu. Yang jelas, kami akan tindak lanjuti laporan ini sesegera mungkin. Kami mohon didampingi kalau turun ke lapangan,” kata Dwi. (Ze*)
0 Komentar