Liputan5news.com Pasuruan - Kasus pungutan liar (pungli) program redistribusi tanah di Desa Tambaksari Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan segera disidangkan di PN Tipikor. Pelimpahan berkas dari Kejari Kabupaten Pasuruan ke PN Tipikor Surabaya sudah dilakukan.
"Kemungkinan sidang awal kasus ini akan dilakukan 16 Agustus mendatang," kata Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan Agung Tri Raditya.
Menurut Agung, dalam kasus pungli program redistribusi tanah ini, Kejari Kabupaten Pasuruan menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Kades Tambaksari, Jatmiko, Ketua Panitia Redistribusi Lahan, Cariadi serta Suwaji dan telah ditahan. Sedangkan dua tersangka lain adalah SFK dan MH, hingga kini belum diketahui keberadaannya.
Direkrur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA), Lujeng Sudarto menilai penyidik kejaksaan sudah seharusnya mengembangkan kasus pungli program redistribusi tanah di Tambaksari untuk menjerat dalang mafia tanah ini.
“Kasus pungli tersebut harus dijadikan pintu masuk untuk membuka dan menangkap jaringan mafia tanah dan aliran dananya,” kata Lujeng Sudarto.
Menurut Lujeng, dalam kasus redistribusi tanah ini, mafia dapat mengajukan sertifikat tanah dengan cara melawan hukum berhasil memiliki sertifikat tanah yang diterbitkan atas namanya sendiri.
“Para mafia ini bukanlah petani penggarap yang menguasai lahan selama 20 tahun. Tetapi mereka bisa memiliki sertifikat tanah dengan cara bekerjasama dengan panitia redistribusi," tandas Lujeng.
Lujeng menyebut, belakangan ini muncul penumpang gelap yang mendesak BPN untuk membatalkan sertifikat redistribusi
tanah tersebut secara keseluruhan. Ini tidak fair dan jelas akan menciderai masyarakat yang telah memperoleh sertifikat dengan cara yang benar dan berdasarkan regulasi yang ada.
Jadi usulan pembatalan sangat tidak masuk akal. Modus mafia tanah itu sangat jelas, karena turut serta mengajukan permohonan sertifikat tanah dengan membuat Surat Penguasaan Lahan Secara Seporadik sesuai dalam Permen ATR/BPN No 16 tahun 2021 dan diajukan pada Panitia Lendreform Kabupaten untuk ditetapkan sebagai pemohon. Hasil penetapan tersebut menjadi dasar BPN untuk mengeluarkan sertifikat,” tandasnya.
Hanan, Ketua LSM Cinta Damai menambahkan, pemohon sertifikat yang memberikan keterangan palsu dalam surat pernyataan penguasaan lahan secra seporadik harus dinyatakan bersalah. Menurutnya, pembatalan produk hukum karena cacat administrasi dan/atau cacat yuridis itu bisa dilakukan.
"Pemohon yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana ketentuan PP 24 tahun 1997, Perpres no 86 tahun 2018, tidak dapat dibatalkan karena tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan pemohon," kata Hanan. (Ze)
0 Komentar