Liputan5news pasuruan ; "Salak Kersikan" di telinga masyarakat Pasuruan, pasti sudah tak asing lagi.
Buah dengan julukan snake fruit karena kulitnya mirip dengan sisik ular ini, tumbuh lebat di Desa Kersikan, Kecamatan Gondangwetan Kabupaten Pasuruan.
Bisa dibilang, salak kersikan merupakan warisan nenek moyang, lantaran umur pohon milik warga yang bisa bertahan hingga puluhan tahun.
Salah satu petani salak kersikan adalah Teguh Wahyu Widodo. Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Kersikan ini sebenarnya punya 2 hektar kebun pohon salak.
Hanya saja, dari jumlah tersebut, kini tersisa 1 hektar yang masih ditanami pohon salak.
Ia menuturkan, dalam setahun, pohon salak bisa dipanen hanya dua kali, yakni pada bulan juli dan desember. Dimana per satu pohon bisa menghasilkan rata-rata 10 kilogram salak yang siap dipanen.
"Panennya dua kali dalam setahun. Ya bulan juli ini sama bulan desember. Per pohonnya bisa saya panen sekitar 10 kilogram," kata Teguh, saat ditemui di kebun salak miliknya, Minggu (01/08/2021).
Untuk bisa berbuah lebat, setiap petani salak wajib mengawinkan bunga jantan dan betina. Proses mengawinkannya sangat sederhana, yakni bunga jantan di salah satu pohon langsung dipotong kemudian ditancapkan ke bunga betina di pohon yang lain. Apabila hujan, setiap petani harus bisa melindungi bunga agar tidak basah, sebab kalau dibiarkan akan membusuk, dan berujung gagal berbuah.
"Ditutupnya dengan kresek atau dengan pelepah pisang atau yang lain. Yang penting tidak basah," ungkapnya.
Hanya saja, saat ditanya perihal harga salak kersikan ketika dijual, Teguh mengaku bahwa sampai saat ini, salak yang ia jual tak pernah diukur dari berapa rupiah per kilogramnya. Melainkan per 100 biji yang ia jual mulai dari harga Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu untuk salah yang berukuran besar.
Diakuinya, harga tersebut sangatlah murah, mengingat banyak penjual salak yang menjual salaknya dengan ukuran kilogram atau per 10 biji dengan harga yang disepakati.
"Dari dulu jualnya ya per 100 biji bonus 10 buah salak dengan harga paling mahal Rp 50 ribu. Murah sekali memang," tandasnya.
Masih rendahnya harga salak yang ia jual, tak jadi masalah. Lantaran pohon yang ia miliki terus berbuah, meski tak dirawat seperti ketika menanam mangga, jeruk atau buah lainnya. Yang terpenting adalah bagaimana setiap bunga jantan dan betina yang ada di pohon yang berbeda, harus dikawinkan. Apabila dibiarkan begitu saja, maka jangan harap pohon salak akan berbuah lebat.
"Kalau tidak dikawinkan, paling mentok bisa tumbuh 3 buah saja," pungkasnya.
Di sisi lain, salak kersikan tak hanya bisa dijadikan buah pendamping setelah makan, tapi juga bisa diolah menjadi beragam jenis makanan. Seperti manisan, keripik salak dan minuman khas salak. Menurut Teguh, berbagai jenis kudapan tersebut biasanya dibuat ketika ada event-event di Kecamatan atau tingkat Kabupaten.
Hanya saja, lantaran saat ini tengah dalam kondisi Pandemi Covid-19, ia mengaku tak mendapat order untuk sekedar oleh-oleh maupun olahan berbahan dasar buah salak.(Dre/Zein)
0 Komentar