Liputan5News Bondowoso - Dalam pndangan umum terhadap pertanggungjawaban Bupati pada APBD Tahun 2020, sejumlah Fraksi di DPRD bondowoso menyoroti tender proyek RSU dr Koesnadi Bondowoso yang menelan anggaran sebesar 13 miliar lebih.
Fraksi PKB, Amanat Golongan Karya, PDI perjuangan, satu suara mempertanyakan kejelasan tender proyek Rumah sakit Umum tersebut.
Bahkan secara rinci, Fraksi-fraksi tersebut menyebut nominal anggaran pengerjaan proyek dua ruang operasi di RSU koesnadi Bondowoso. Hal itu terungkap saat pembacaan pandangan umum fraksi terhadap pertanggungjawaban APBD Tahun 2020 yang didasari dari hasil pemeriksaan BPK RI.
Bahkan, tak heran jika beberapa media sebelummya menyebut hal itu 'persekongkolan' dibalik proyek RSU dr Koesnadi Bondowoso.
Pernyataan fraksi tersebut mendapat respon dari Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Bondowoso, Azas Suwardi.
Dia membantah tudingan adanya dugaan persekongkolan antara pemenang lelang dalam pelaksanaan tender proyek pengadaan barang dan jasa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Koesnadi Tahun anggaran 2020, senilai Rp 13.520.000.000,-. Hal ini diungkapkan dalam press releasnya, Jumat (2/7/2021), di ruang kerjanya.
“Kami tidak pernah melakukan persekongkolan tender proyek. Seluruh proses tender yang di laksanakan oleh Pokja ULP sudah sesuai mekanisme,” jelasnya.
Dikatakannya, proses tender yang dilaksanakan Pokja ULP, terbuka untuk umum, tidak diskriminatif, transparan dan prosedural. Tidak ada peserta tender yang diistimewahkan.
Menurutnya apa yang disampaikan oleh Tiga fraksi DPRD Bondowoso itu tidak benar, seperti berita di media-media online itu.
“Itu hanya klaim saja. Kami akan jelaskan hal ini di hadapan komisi III DPRD Bondowoso agar masalah ini clear,” kata Azas.
Sementara itu, Bupati LSM LIRA Bondowoso, Ahroji, menyayangkan pernyataan Ketua Pokja UPL Azaz Suwardi itu. Pasalnya, Fraksi DPRD tersebut tidak akan membeberkan fitnah dan berita hoaks kepada publik terkait temuan tender proyek RSU dr Koesnadi.
Ahroji meyakini, apa yang disampaikan fraksi itu sudah dikaji, dan atas dalil laporan hasil pemeriksaan BPK RI.
"Jika pihak UPL membantah yang disampaikan fraksi PKB, PDI-P dan Fraksi PAN-Golkar, itu kan sama halnya membantah hasil audit BPK RI, juga melecehkan lembaga Dewan," ungkap Ahroji, Minggu (4/7/2021).
Dia juga mengatakan, bahwa secara konstitusional keberadaan dan fungsi BPK merupakan amanah Undang-undang dasar 1945. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 23E UUD 1945 serta dalam UU No.15 Tahun 2006 tentang BPK.
DPRD, kata Ahroji, adalah lembaga yang sah secara konstitusional menerima salinan LHP BPK sesuai pasal 23 E.
Pasal 23 E.
Ayat 2, berbunyi " Hasil pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada DPR, DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Ayat 3, Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang
"Bantahan ketua Pokja UPL merupakan pengingkaran terhadap amanah UUD 1945, Karena BPK bekerja sesuai amanah undang-undang dan DPRD juga mendapat amanah undang-undang menerima LHP BPK, nah ini dibantah Pokja, berarti LHP BPK tidak valid menurut pokja, itu luar biasa" kata dia.
Ahroji meminta kepada Bupati Bondowoso agar memecat anak buahnya yang tidak taat Undang-undang dasar 1945.
Menurutnya, apa yang menjadi pernyataan ketua Pokja UPL membuat gaduh situasi politik antara hubungan Ekskutif dan Legislatif, serta membantah hasil temuan BPK yang di sampaikan oleh fraksi DPRD Bondowoso.
"Senin besok kan waktunya Bupati menyampaikan jawaban kepada Fraksi, nanti disana ungkapkan semua jawaban itu biar tidak sepotong-sepotong, seperti pres releas ketua Pokja itu, kewenagan jawaban secara terbuka adalah Bupati, bukan Pokja," jelasnya.
Dia meminta, Pokja UPL bisa sedikit memberikan edukasi publik, bukan malah menuduh fraksi DPRD sebatas mengklaim.
"Bupati Bondowoso harus memecat anak buahnya yang seperti ini," pungkasnya.(